Makalah Antropologi (Atrisi)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian Atrisi
Bangsa Indonesia dengan berbagai macam suku dan kebiasaan yang beraneka coraknya, tentu akan memberikan berbagai variasi pola perubahan gigi. Demikian pula dengan pola dan derajat atrisi gigi yang terjadi.
Menurut Murphy,1959; Cook et al., 1984 (dalam Wijaya, 1996:5) pola dan derajat keausan gigi akan sangat bermanfaat bagi penentuan usia orang dewasa. Sedang pola dan derajat keausan gigi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain, lingkungan dan kebiasaan individu dan masy arakat yang dihubungkan dengan kebiasaan makan, jenis makanan, dan cara mengunyah. Faktor -faktor ini sebagai pengaruh luar. Sedangkan faktor dari dalam antara lain, kerasnya gigi, kondisi tulang penyangga, jaringan periodontal, dan tonus otot pengunyahan.
Oleh Gelbier dan Copley, 1977 serta Cawson 1978 (dalam http://www.unc.edu/depts/appl_sci/ortho/introduction/angles.html) atrisi gigi didefinisikan sebagai keausan permukaan ok lusal gigi secara bertahap yang berhubungan dengan gerakan - gerakan pengunyahan.
Secara umum atrisi gigi adalah suatu istilah yang dipakai untuk menyatakan hilangnya suatu substansi gigi secara bertahap pada permukaan oklusal dan proksimal gigi karena proses mekanis yang terjadi secara fisiologis akibat pengunyahan. Atrisi gigi ini dapat terjadi pada insisal, oklusal dan proksimal dari gigi.
Atrisi sangat sering terjadi pada permukaan atas gigi akibat kebiasaan mengunyah yang salah dan kebiasaan menggerakkan gigi yang berulang -ulang. Selain itu gangguan ini dapat pula disebabkan oleh kebiasaan mengisap tembakau, menggigit kuku, mengunyah sirih, atau menggunakan tusuk gigi yang berlebihan. Penyebab lainnya adalah suatu kebiasaan yang disebut bruxism, yaitu menggeser-geser gigi atau mengerat -ngerat gigi sehingga terdengar bunyi yang mengilukan. Biasanya hal ini dilakukan tanpa disadari misalnya pada saat tidur. Martin, 1990 (dalam Wijaya, 1996:5) mengemukakan, kehausan gigi sangat bergantung pada jenis makanan. Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang keras akan mempercepat terjadinya keausan.
Hilangnya substansi gigi seperti atrisi, erosi, abrasi, merupakan problem dalam bidang kedokteran gigi sejak lama. Seringkali sulit untuk menentukan secara pasti penyebab atrisi , erosi, atau abrasi karena manifestasi kerusakan jaringannya sama, yaitu adanya proses keausan pada bagian oklusal gigi. dibutuhkan kejelian secara umum meliputi riwayat penyakit penderita secara umum, pekerjaan penderita, kebiasaan mengkonsumsi makanan d an kebiasaan buruk seperti bruxism (kerot), menggigit -gigit pensil dan lain -lain.
Sampai saat ini masih terjadi kesimpang siuran dalam hal pengertian atrisi , abrasi, dan erosi. Menurut Watson, 1985; & Lewis, 1973 (dalam Wijaya, 1996:6) :
Menurut Murphy,1959; Cook et al., 1984 (dalam Wijaya, 1996:5) pola dan derajat keausan gigi akan sangat bermanfaat bagi penentuan usia orang dewasa. Sedang pola dan derajat keausan gigi sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain, lingkungan dan kebiasaan individu dan masy arakat yang dihubungkan dengan kebiasaan makan, jenis makanan, dan cara mengunyah. Faktor -faktor ini sebagai pengaruh luar. Sedangkan faktor dari dalam antara lain, kerasnya gigi, kondisi tulang penyangga, jaringan periodontal, dan tonus otot pengunyahan.
Oleh Gelbier dan Copley, 1977 serta Cawson 1978 (dalam http://www.unc.edu/depts/appl_sci/ortho/introduction/angles.html) atrisi gigi didefinisikan sebagai keausan permukaan ok lusal gigi secara bertahap yang berhubungan dengan gerakan - gerakan pengunyahan.
Secara umum atrisi gigi adalah suatu istilah yang dipakai untuk menyatakan hilangnya suatu substansi gigi secara bertahap pada permukaan oklusal dan proksimal gigi karena proses mekanis yang terjadi secara fisiologis akibat pengunyahan. Atrisi gigi ini dapat terjadi pada insisal, oklusal dan proksimal dari gigi.
Atrisi sangat sering terjadi pada permukaan atas gigi akibat kebiasaan mengunyah yang salah dan kebiasaan menggerakkan gigi yang berulang -ulang. Selain itu gangguan ini dapat pula disebabkan oleh kebiasaan mengisap tembakau, menggigit kuku, mengunyah sirih, atau menggunakan tusuk gigi yang berlebihan. Penyebab lainnya adalah suatu kebiasaan yang disebut bruxism, yaitu menggeser-geser gigi atau mengerat -ngerat gigi sehingga terdengar bunyi yang mengilukan. Biasanya hal ini dilakukan tanpa disadari misalnya pada saat tidur. Martin, 1990 (dalam Wijaya, 1996:5) mengemukakan, kehausan gigi sangat bergantung pada jenis makanan. Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang keras akan mempercepat terjadinya keausan.
Hilangnya substansi gigi seperti atrisi, erosi, abrasi, merupakan problem dalam bidang kedokteran gigi sejak lama. Seringkali sulit untuk menentukan secara pasti penyebab atrisi , erosi, atau abrasi karena manifestasi kerusakan jaringannya sama, yaitu adanya proses keausan pada bagian oklusal gigi. dibutuhkan kejelian secara umum meliputi riwayat penyakit penderita secara umum, pekerjaan penderita, kebiasaan mengkonsumsi makanan d an kebiasaan buruk seperti bruxism (kerot), menggigit -gigit pensil dan lain -lain.
Sampai saat ini masih terjadi kesimpang siuran dalam hal pengertian atrisi , abrasi, dan erosi. Menurut Watson, 1985; & Lewis, 1973 (dalam Wijaya, 1996:6) :
- Atrisi : Terkikisnya substansi gigi atau restorasi akibat penguyahan pada saat gigi -gigi berkontak. Umumnya dataran yang berfungsi yang terkena.
- Erosi : Terkikisnya jaringan keras gigi akibat proses kimia tanpa melibatkan bakteri.
- Abrasi : Terkikisnya substansi gigi atau restorasi akibat faktor lain selain kontak antara gigi - gigi.
Menurut Touminen, 1991 (dalam Wijaya, 1996:7), atrisi terjadi akibat proses fisik gesekan antara gigi, sehingga permukaan gigi terkikis. Sedang Grossman membedakan penyebab atrisi , erosi, dan abrasi sebagai berikut : atrisi dan abrasi terjadi akibat faktor fisik dalam kategori mekanis yang berhubungan dengan pemakaian. Sedangkan penyebab terjadinya erosi adalah bahan kimia. Colby,1971 (dalam Wijaya, 1996:7) mengatakan bahwa atrisi selalu melibatkan permukaan yang berfungsi dan dapat menjadi lebih parah bila terdapat bruxism. Dari berbagai pengertian tentang atrisi , abrasi, dan erosi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian atrisi, abrasi, dan erosi pada dasarnya sama dengan apa yang di kemu kakan oleh Watson.
Pada populasi berpangan halus, morfologi puncak mahkota gigi posterior pada umumnya bentuk aslinya masih bertahan, hanya sedikit terdapat atrisi (Reynolds, 1970; Ramfjord & Ash, 1971; Wise, 1977; Neiburger, 1977 dalam Koerniati, 2006:126 ). Di Cina, ada usia tua, kehilangan gigi, kerusakan jaringan periodontal dan atrisi gigi sangat signifikan ditemukan pada orang kota lebih tinggi dari pada orang pinggiran (Sakashita et al., 1997 dalam Koerniati, 2006:126). Pada laki -laki dewasa yang tin ggal di pinggiran lebih banyak ditemukan atrisi dari pada yang tinggal di kota. Hal ini disebabkan oleh sikat gigi dan tekanan mekanik termasuk juga karena makanan yang keras (Sauther et al., 2002 dalam Koerniati, 2006:127).
2. Hal-hal yang berhubungan dengan Atrisi
Dari pengertian atrisi di atas, jelas bahwa atrisi berhubungan dengan pengunyahan. Berbicara tentang penguyahan akan berhubungan dengan sistem penguyahan, yaitu tulang, persendian, ligamen, gigi, dan otot -otot. Semua ini akan dikontrol oleh sistem kontrol saraf. Setiap gerakan akan dikoordinasi untuk memperoleh fungsi maksimum dengan kerusakan seminimal mungkin. Pada saat mengunyah, komponen yang pertama berhubungan dengan makanan adalah gigi-geligi untuk menghancurkan partikel -partikel makanan agar dapat ditelan. Keras, lunaknya makanan akan berpengaruh langsung terhadap keausan permukaan email, sebelum berpengaruh terhadap kompon -komponen lain seperti dentin, pulpa, jaringan penyangga gigi, TMJ (temporomandibular joint) , dan otot-otot. Individu yang sering mengkonsumsi makanan keras, permukaan daerah kunyah akan terlihat aus (Wijaya, 1996:8).
Selama proses mastikasi, gigi pada mandibula dan maxilla bergesekan secara terus menerus dan berhadapan dengan partikel makanan yang keras di dalam mu lut. Aksi abrasi berkelanjutan sering mempengaruhi permukaan oklusal gigi, menghancurkan pola tonjolan di mahkota molar, dan sering membuka dentin lapisan bawah. Kebanyakan atrisi destruktif ini sangat dipengaruhi pada pola makan populasi yang terlibat (Ba ss, 1987:286)
Selengkapnya silahkan download Makalah Antropologi.pdf